Al-Hadist

Dalam hukum Islam, hadits menjadi sumber hukum kedua setelah al-Qur`an. Penetapan hadits sebagai sumber kedua ini ditunjukan oleh tiga hal, yaitu al-Qur`an sendiri, kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal sehat (ma`qul). Sejak masa sahabat sampai hari ini para ulama telah bersepakat dalam penetapan hukum didasarkan juga kepada sunnah Nabi, terutama yang berkaitan dengan petunjuk operasional. 

Keberlakuan hadits sebagai sumber hukum diperkuat pula dengan kenyataan bahwa Al-Qur`an hanya memberikan garis-garis besar dan petunjuk umum yang memerlukan penjelasan dan rincian lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Karena itu, keabsahan hadits sebagai sumber kedua secara logika dapat diterima. 

1. Pengertian Hadits 

Kata "Hadits" atau al-hadits menurut bahasa berarti al-jadid (sesuatu yang 
baru), lawan kata dari al-qadim (sesuatu yang lama). Kata jamaknya, ialah al-ahadis. 

Secara terminologi, menurut ulama ahli hadits mendefinisikan hadits, adalah : 
 
"Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan hal ihwalnya". Ulama hadits 
menerangkan bahwa yang termasuk "hal ihwal", ialah segala pemberitaan 
tentang Nabi SAW, seperti yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah 
kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaanya. 

2. Pengertian as-Sunnah 

Sunnah menurut bahasa berarti : 
 
 "Jalan dan kebiasaan yang baik atau yang jelak". Menurut M.T.Hasbi Ash 
Shiddieqy, pengertian sunnah ditinjau dari sudut bahasa (lughat) bermakna jalan 
yang dijalani, terpuji, atau tidak. Sesuai tradisi yang sudah dibiasakan, dinamai 
sunnah, walaupun tidak baik. 

Berkaitan dengan pengertian sunnah ditinjau dari sudut bahasa, perhatikan 
sabda Rasulullah SAW, sebagai berikut : 
 
"Barang siapa mengadakan sesuatu sunnah (jalan) yang baik, maka baginya 
pahala Sunnah itu dan pahala orang lain yang mengerjakan hingga hari kiamat. 
Dan barang siapa mengerjakan sesuatu sunnah yang buruk, maka atasnya dosa 
membuat sunnah buruk itu dan dosa orang yang mengerjakannya hingga hari 
kiamat" (H.R.al-Bukhary dan Muslim).

Macam-Macam Sunnah 

1. Sunnah Qauliyah 
yaitu perkataan atau ucapan ucapan Nabi yang bertalian dengan syariat 

2. Sunnah Fi'liyah 
yaitu amal-amal perbuatan Nabi yang bertalian dengan cara seperti tata cara mengerjakan salat menunaikan ibadah haji. 

3. Sunnah Taqririyah 
yaitu penetapan atau persetujuan Nabi atas suatu amal perbuatan seorang sahabat yang bertalian dengan syariat Islam atau yang dikerjakan di hadapan atau dilaporkan kepada Nabi sedangkan nabi tidak melarang atau menyalahkannya. 

3. Pengertian Atsar

Atsar menurut lughat ialah bekasan sesuatu, atau sisa sesuatu, dan berarti
nukilan (yang dinukilkan). Sesuatu do'a umpamanya yang dinukilkan dari Nabi
dinamai: do'a ma'tsur. Sedangkan menurut istilah jumhur ulama sama artinya
dengan khabar dan hadits. Dari pengertian menurut istilah, terjadi perbedaan
pendapat di antara ulama. "Jumhur ahli hadits mengatakan bahwa Atsar sama
dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat,
dan tabi'in.

4. Pengertian Hadist Qudsi

Adalah firman Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi SAW melalui mimpi atau ilham kemudian nabi menerangkannya dengan susunan perkataan beliau sendiri dengan menyandarkan nya kepada Allah. 

Perkataan-perkataan yang disabdakan Nabi Muhammad SAW dengan mengatakan bahwa " Allah berfirman...... " Nabi SAW meriwayatkannya sendiri dari Allah SWT. 

Perbedaan Hadist, Sunnah dan Atsar 

1. Hadits disandarkan kepada Nabi mengenai perkataan, perbuatan dan persetujuan. 
2. Sunnah disandarkan kepada Nabi dan sahabat khusus perbuatan. 
3. Atsar disandarkan kepada sahabat dari perkataan dan perbuatan. 

Sejarah Perkembangan Hadist
O
1. Periode pertama 
Yaitu pada masa Rasulullah, masa  dimana turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat Islam.
2. Periode kedua 
Yaitu masa dimana mulai membatasi dan menyedikitkan hadits. Terjadi perkembangan hadis pada masa khulafa ar-rasyidin (11H - 40H). 
3. Periode ketiga 
Yaitu perkexx
mbangan pada masa sahabat kecil dan tabiin, masa dimana berkembang dan meluasnya periwayatan hadis. Pada masa ini muncul usaha pemalsuan hadits oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang terjadi setelah wafatnya Ali Radhiallahu Anhu. 
4. Periode keempat
Yaitu masa penulisan dan pembukuan, pembukuan resmi dimulai pada awal abad 11H yaitu pada masa Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz tahun 101H dikarenakan pada saat itu banyak perawi hadits yang meninggal. 
5. Periode kelima 
Yaitu masa mentashihkan hadits dan penyusunan kaidah-kaidahnya adalah puncak usaha pembukuan hadis sesudah kitab Al Muwaththa' pada tahun 3H.  
6. Periode keenam
Yaitu dari abad 4 - 656H pada masa Abbasiyah angkatan ke-2.  Pada abad ke-2 dan ke-3 sudah banyak yang mengumpulkan hadis semata-mata atas usahanya sendiri dengan menemui para penghafalnya di berbagai pelosok negeri.  Antara usaha-usaha ulama hadis yang terpenting pada masa ini adalah 

1. Mengumpulkan hadis Al Bukhari Muslim dalam sebuah kitab 
2. Mengumpulkan hadis dalam 6 kitab 
3. Mengumpulkan hadits-hadits yang terdapat dalam berbagai kitab 
4. Mengumpulkan hadits-hadits hukum dan menyusun kitab kitab 'Athraf.

7. Periode ketujuh
Yaitu pada tahun 656H sampai sekarang atau masa sesudah meninggalnya Abbasiyah ke XVII itu adalah masa pencerahan penghimpunan dan pembahasan. Pada masa ini mulai menerbitkan isi kitab-kitab hadis menyaringnya dan menyusun kitab 6 hari serta membuat kitab kitab Jami' yang umum. 

Fungsi Hadist Terhadap Al-Qur'an

Fungsi al-Hadits terhadap al-Qur`an yang paling pokok adalah sebagai bayân, sebagaimana ditandaskan dalam ayat:

“ keterangan-keterangan (mu`jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan 
kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,. (Qs.16:44)”.
Ayat tersebut menunjukkan bahwa Rasul SAW bertugas memberikan penjelasan tentang kitab Allah. Penjelasan Rasul itulah yang dikategorikan kepada al-hadîts. Umat manusia tidak akan bisa memahami al-Qur`ân tanpa melalui al-hadîts tersebut. Al-Qur`ân bersifat kullydan ‘am, maka 
yang juz’iy dan rinci adalah al-hadîts.

Sejarah Pembukuan Hadist

Pembukuan hadis terbentuk pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang di nobatkan pada akhir abad pertama,yakni tahun 99 hijriyah dan memasuki abad ke dua hijriyah. Pada masa ini datnglah angin segar yang mendukung kelestarian hadis. Umar bin abdul aziz terkenal sebagai khalifah rasyidin yang kelima. 

Beliau sangat waspada dan sadar bahwa para perawi hadis yang mengumpulkan hadis dalam kekuatan ingatan mereka,dalam perjalanan waktu jumlahnya semakin sedikit di sebabkan banyaknya yang meninggal dunia akibat peperangan. Khalifah Umar bin abdul aziz khawatir jika tidak segera dikumpulkan dan di bukukan kemungkinan hadis-hadis Rasulullah akan lenyap bersama lenyapnya para perawi hadis yang meninggal dunia. 

Kemudian di kembangkan pula oleh ulama-ulama berikutnya. dalam pembukuan hadis ini juga sekaligus dilakukan usaha penyeleksian hadis yang di terima(maqbul) dan di tolak(mardud) dengan menggunakan metode sanad dan isnad.

Setelah generasi azzuhri,pembukuan hadis di lanjutkan oleh Ibnu juraij,Arrabi' bin Shahib dam masih banyak lagi ulama lainnya. Sebagaimana telah di sebutkan dari penjelasa sejara di atas bahwa pembukuan hadis di lakukan sejak akhir masa pemerintahan bani umayyah tetapi pada masa itu belum begitu sempurna. 

Metode-metode Penelitian Hadist

Metode-metode takhrij hadist
Dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang bisa dipakai yaitu:

1. Takhrij melalui lafal yang terdapat dalam matan hadist.
2. Takhrij melalui lafal pertama matan hadist.
3. Takhrij melalui periwayat pertama (sanad pada tingkat sahabat)
4. Takhrij melalui tema-tema hadist.
5. Takhrij melalui klasifikasi jenis hadist.




Comments

Popular posts from this blog

Tentang Armaan Malik

Akuntansi, Kas kecil ( petty cash )

DESCRIPTION ABOUT DEEPIKA PADUKONE