SUMBER DAN DIMENSI AJARAN ISLAM

Islam merupakan agama yang bersumber dari Allah SWT bukan dari manusia sedangkan Nabi Muhammad SAW tidak membuat agama ini tapi beliau hanya menyampaikan. Karenanya dalam kepastiannya Nabi berbicara berdasarkan wahyu yang diturunkan kepadanya Allah Ijtihman : “ Dan tiadalah yang diucapkan itu menurut kemauan hawa nafsunya ucapan itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan.” QS. An-Najm :3. Itu ajaran Islam sangat terjamin kemurniannya sebagaimana Allah telah menjamin kemurnian Al-Qur‟an Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Hijr ayat 9 yang artinya “ sesungguhnya kami telah menurunkan Al-Qur‟an dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya”

Sebagai ajaran yang komprehensif, Islam memiliki beberapa karakteristik bahwa , Islam merupakan agama yang tidak dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu. Islam tidak mengenal sekat-sekat geografis. Islam sebagai penyempurna agama-agama sebelumnya juga berlaku sampai kapan pun, tak peduli di zaman teknologi secanggih apa pun. Islam tetap berfungsi sebagai pedoman hidup manusia.

Islam sebagai agama bersifat universal, universal artinya bersifat menyeluruh, berlaku untuk semua orang atau untuk seluruh dunia. Firman Allah SWT. “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. ( Qs. Al-Anbiya:107)

Islam Sebagai Sumber Ajaran

Islam adalah agama yang memiliki ajaran yang integral meliputi material dan spiritual, kejasmanian dan kerohanian, duniawi dan ukhrawi. Mencakup hal-hal yang bersangkutan dengan individual, 
sosial dan universum (kesemestaan). 

Merangkum aqidah atau keyakinan dan syari’at atau tata kehidupan, juga meliputi tauhid, fiqh dan tasawuf. Keseluruhan ajaran tersebut terangkum dalam sumber 
Islam sebagaimana tersurat dan tersirat dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran  mengambil berbagai aspek itu ialah Al-Qur’an dan Hadits (1985:24). 

Sebagai sumber ajaran Islam, Al-Qur’an selain berfungsi sebagai petunjuk dan pedoman hidup manusia, juga menjadi hakim bagi kitab-kitab suci yang telah diturunkan Allah SWT terhadap para Rasul- Nya sebelum Nabi Besar Muhammad Saw. 

Sumber Ajaran Islam

Sumber hukum Islam adalah wahyu Allah SWT, yang dituangkan di dalam Al-Qur'an dan Sunnah rasul. Jika kita telaah ayat-ayat Al-Qur'an yang berhubungan dengan hukum, ternyata tidak sebanding dengan jumlah ayat Al-Qur'an (6348 ayat, menurut mushhaf Utsmani yang ada sekarang). 

Demikian pula apabila dibandingkan dengan ayat-ayat yang berhubungan dengan masalah-masalah dalam kehidupan di dunia ini. Akan tetapi, secara umum Allah SWT menerangkan bahwa semua masalah (pokok-pokoknya) terdapat di dalam Al-Qur'an (QS 6:38). 

 Ayat-ayat yang menunjukkan hukum-hukum yang agak terperinci hanyalah mengenai hukum ibadat dan hukum keluarga. Adapun hukum-hukum dalam arti luas, seperti masalah kebendaan, ekonomi, perjanjian, kenegaraan, tata negara dan hubungan internasional, pada umumnya hanya merupakan pedoman-pedoman dan garis besar.

Penegasan Al-Qur'an terhadap Sunnah Rasul dalam beberapa ayat, ditujukan agar Sunnah Rasul dapat menjadi pelantara dan penjelas untuk dapat memahami ayat-ayat yang global tersebut. 

Rasulullah telah menjadi uswatun hasanah dalam melaksanakan ajaran Al-Qur'anul karim (QS, 33:21:16:44). Selain itu, jika kita telaah tentang Hadits Mu’adz ibn Jabal, di sana dijelaskan bahwa Rasulullah memberi izin kepada Mu’adz untuk berijtihad dalam hal-hal yang tidak terdapat secara jelas dalam nash Al-Qur'an dan Sunnah. Nk

Hal ini menunjukkan pula bahwa dalam masalah-masalah yang tidak disebutkan dalam nash secara terperinci menjadi bidang ijtihad yang sangat luas. Pada dasarnya berijtihaddengan ra’yu merupakan usaha memahami nash-nash Al-Qur'an dan Sunnah Rasul.

1. Al-Qur'an

Kata Al-Qur'an secara lughawi, merupakan bentuk kata yang muradif dengan kata Al-Qira'ah, yaitu bentuk mashdar dari fi’il madhi ‘qara’a’, yang berarti bacaan. Arti qara’a lainnya ialah mengumpulkan atau menghimpun, menghimpun huruf dan kata-kata dalam suatu ucapan yang tersusun rapih. Sedangkan arti qara’a dalam arti mashdar (infinitif) seperti di atas, disebut dalam firman Allah SWT surat AlQiyammah, ayat 17-18.

 Kata Al-Qur'an yang secara harfiah berarti bacaan sempurna, menurut Quraish Shihab (1996:3), merupakan suatu nama pilihan Allah SWT yang sungguh tepat, karena tidak satu bacaan pun sejak manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang dapat menandingi Al-Qur'an Al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia itu. Al-Qur'an merupakan bacaan yang paling banyak dibaca oleh manusia hingga ratusan juta orang.

Kitab suci Al-Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad Saw, lebih kurang selama 23 tahun. Terbagi dalam surat-surat yang semuanya berjumlah 114, dengan panjang yang sangat ragam. Ayat-ayat dari surat-surat yang terdahulu mengandung moment psikologis --meminjam istilah  Fazlur Rahman-- yang dalam dan kuat luar biasa, serta memiliki sifat-sifat seperti ledakan vulkanis yang disingkat tapi kuat. Surat- surat Makiyyah adalah yang paling awal, dan termasuk surat-surat  pendek. Baru pada surat-surat Madaniyyah, makin lama surat- surat tersebut makin panjang.

Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam mempunyai satu sendi utama yang esensial. Ia berfungsi memberi petunjuk ke jalan sebaik-baiknya. Allah berfirman, “Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberi petunjuk menuju jalan yang sebaiknya” (Q.S. 17;19).

Adapun mengenai macam-macam hukum dalam Al-Qur'an, di sini ingin dikemukakan bahwa hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur'an itu ada 3 macam.

Pertama, hukum–hukum I’tiqodah. Yakni hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban para mukallaf untuk mempercayai Allah, Malaikat-Malakat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan hari akhir.

Kedua, hukum-hukum akhlak. Yakni tingkah laku yang berhubungan dengan kewajiban orang mukallaf untuk menghiasi dirinya dengan sifat-sifat keutamaan dan menjauhkan dirinya dari sifat-sifat yang tercela.

Ketiga, hukum-hukum amaliah. Yakni yang bersangkutan dengan perkataan-perkataan, perbuatan-perbuatan, perjanjian-perjanjian dan mua-malah (kerjasama) sesama manusia.

2. As-sunnah/Hadits.

Menurut bahasa, hadits mempunyai beberapa arti, antara lain: jadid, lawan qadim = baru; qarib = dekat; dan khabar = warta. Hadits dalam arti khabar ini sering dijadikan acuan dalam penyebutan hadits secara bahasa. 

Sunnah secara etimologi berarti jalan yang dilalui. Sedangkan menurut terminologi ialah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir).

Sunnah itu terbagi menjadi tiga bagian, yaitu :

a. Sunnah qauliyah (perkataan), contohnya : Segala amalan itu mengikuti niat (orang yang meniatkan) (H.R. Bukhari-
Muslim).

b. Sunnah fi’liyah, contohnya: cara-cara mendirikan Shalat, cara-cara mengerjakan amalah haji, adab berpuasa, dan 
memutuskan perkara berdasarkan saksi dan memutuskan perkara berdasarkan saksi dan berdasarkan sumpah.   Ambillah daripadaku cara-cara mengerjakan hajji (HR. Muslim dari Jabir).

c. Sunnah taqririyah. Membenarkan atau tidak mengingkari sesuatu yang diperkuat oleh seseorang sahabat (orang yang 
mengikuti sya’ra di hadapan Nabi), atau diberitakan kepada beliau, lalu tidak menyanggah, atau tidak menyalahkan serta menunjukkan bahwa beliau meridhainya. 

Fungsi Sunnah dalam adalah sebagai berikut:

a. Sebagai penjelas dari Al-Qur'an yang masih bersifat global, mengkhususkan yang masih bersifat umum, dan menjabarkan yang masih mutlak.

b. Menentukan hukum tersendiri. Seperti Nabi menetapkan bahwa seorang Muslim tidak boleh mewariskan kepada orang kafir dan sebaliknya orang kafir tidak boleh mewariskan kepada orang Islam.

Sebagaimana uraian di atas, terdapat nisbah (hubungan) antara Sunnah dengan Al-Qur'an dari segi materi hukum, antara 
lain :

a. Menguatkan hukum suatu peristiwa yang telah ditetapkan hukum di dalam Al-Qur'an.
b. Memberikan keterangan ayat-ayat Al-Qur'an, meliputi:

1) Memberikan perincian ayat-ayat yang masih mujmal.
2) Membatasi kemutlakan.
3) Mentakshshkan keumumannya,
4) Menciptakan hukum baru yang tidak terdapat di dalam Al-
Qur'an.

Al-Quran dan Sunnah adalah sumber hukum paling utama dalam agama Islam yang mana segala sesuatu harus disandarkan atau dikembalikan kepada Al-Quran dan Sunnah dalam segi hukum, perintah dan larangan berkaitan dengan ibadah dan kehidupan bermasyarakat. Namun terasa peliknya jika kemudian orang awam harus merujuk secara langsung kepada Al-Quran dan Sunnah, rasanya hakikat kembali pada al-quran dan Sunnah menjadi ambigu. Karna pada dasarnya orang yang tertinggal (pemahaman tentang agama) akan kesulitan untuk menetapkan sendiri aturan atau hukum-hukum tentang kehidupan. Karena dengan itu akan sangat berbahaya. 

Banyak orang menyuruh agar kembali ke Qur’an dan hadits tanpa melalui guru dengan sanad yang jelas. Ini merupakan pemahaman yang salah. Karena pada hakikatnya, orang itu akan mengambil jalan pintas dan terindikasi akan mudah tersesat. 

Tradisi kita itu terbiasa mengkaji dari bawah keatas,  mulai dari fasolatan, safinah, sampai pada Al Qur’an. Berbeda dangan yang dari atas ke bawah, langsung direct ke al-Qur’an tanpa mengetahui dasar-dasar keilmuan, bisa-bisa akan salah pemahaman jika kajiannya tidak sempurna.

Sejatinya dalam mengkaji agama Islam kita belumlah sampai pada al-quran dan Sunnah, apalagi ketika belum khatam bab fiqih saja kebanyakan sudah menikah. Sehingga banyak yang berhenti untuk kemudian mengkajinya kembali. 

3. Ijtihad

Seperti diketahui bahwa Al-Qur'an adalah merupakan sumber ajaran yang bersifat pedoman pokok dan global, sedangkan penjelasannya banyak diterangkan dan dilengkapi oleh Sunnah. Tapi, sesuai dengan perkembangan zaman, banyak masalah-masalah baru yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an dan Sunnah. 

Sebagai contoh akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pada masa kini timbul masalah bayi tabung, pemindahan kornea mata yang semuanya itu memerlukan jawaban. Apakah dibolehkan ataukah tidak, atau bagaimana sebenarnya pengaturannya menurut konsep ajaran Islam. 

Dalam persoalan itu sudah barang tentu jawabannya bagaimana dan sejauhmana Islam secara tegas menetapkan dan memecahkan persoalan. Dengan demikian ijtihad sangat dibutuhkan sebagai salah satu metode dalam menerangkan sesuatu persoalan yang tidak ada atau secara jelas tidak terdapat dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah.

Ijtihad menurut bahasa ialah percurahan segenap kesanggupan untuk mendatangkan sesuatu dari berbagai urusan atau perbuatan. Kata ijtihad berasal dari kata jahada yang artinya berusaha keras atau berusaha sekuat tenaga; kata ijtihad yang secara harfiah mengandung arti yang sama, ini secara teknis ditetapkan bagi seorang ahli hukum yang dengan kemampuan akalnya berusaha keras untuk menentukan pendapat di lapangan hukum mengenai hal yang pelik dan meragukan.

Ditinjau dari segi pelakunya, ijtihad dibagi menjadi dua, yaitu: 

ijtihad perorangan dan ijtihad jama’i. Ijtihad perorangan yaitu suatu ijtihad yang dilakukan oleh seorang Mujtahid dalam suatu persoalan hukum. Sedangkan ijtihad jama’i atau ijtihad kelompok ialah ijtihad yang dilakukan oleh sekelompok Mujtahidin dalam menganalisa suatu masalah untuk menentukan suatu ketetapan hukum.

Hasil ijtihad tidak mutlak/relatif bisa berubah. Bahwa ijtihad tidak mutlak karena mengingat hasil ijtihad merupakan analisa akal, maka sesuai dengan sifat dari akal manusia sendiri yang relatif, maka hasilnya pun relatif pula. Pada saat sekarang bisa berlaku, dan pada saat yang lain bisa tidak berlaku.

Macam-macam Ijtihad diantaranya, 

a. Qiyas. 
     
Qiyas artinya reasoning by analogy. Makna aslinya adalah mengukur atau membandingkan atau menimbang dengan membandingkan sesuatu. Contoh: Pada masa Nabi belum ada persoalan Padi. Dengan demikian diperlukan ijtihad dengan jalan qiyas dalam menentukan zakat.

b. Ijma atau konsensus. 

Kata ijma berasal dari kata jam’un 
artinya menghimpun atau mengumpulkan. Ijma mempunyai dua makna, yaitu menyusun dan mengatur suatu hal yang 
tidak teratur. Oleh sebab itu, ia berarti menetapkan dan memutuskan suatu perkara, dan berarti pula sepakat atau 
bersatu dalam pendapat. 

c. Istihsan. 

Istihsan artinya preference. Makna aslinya ialah menganggap baik suatu barang atau menyukai barang itu. Menurut terminologi para ahli hukum, berarti menjelaskan keputusan pribadi, yang tak didasarkan atas qiyas, melainkan didasarkan atas kepentingan umum atau kepentingan keadilan. 

d. Maslahat Al-Mursalat. 

Artinya, keputusan yang berdasarkan guna dan manfaat sesuai dengan tujuan hukum syara. Kepentingan umum yang menjadi dasar pertimbangan maslahat Al-Mursalat ialah menolak mafsadat atau mengambil suatu manfaat dari suatu peristiwa. 

Dimensi-dimensi Ajaran Islam

Islam pada hakikatnya adalah aturan atau undang – undang Allah yang terdapat dalam kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya yang meliputi perintah dan larangan serta petunjuk supaya menjadi pedoman hidup dan kehidupan umat manusia guna kebahagiaannya di dunia dan akhirat.
Secara umum aturan itu dibagi menjadi 3 hal pokok, yaitu Aqidah, Syari'ah dan 
Akhlaq.

1. Aqidah

Aqidah adalah sistem keyakinan yang mendasari seluruh aktivitas muslim. Ajaran Islam berisikan tentang apa saja yang mesti dipercayai, diyakini, dan diimani oleh setiap muslim. Karena agama Islam bersumber kepada kepercayaan dan keimanan kepada Allah swt, maka aqidah merupakan sistem kepercayaaan yang mengikat manusia kepada Islam. Seorang manusia disebut muslim jika dengan penuh kesadaran dan ketulusan bersedia terikat dengan sistem kepercayaan Islam. Karena itu, aqidah merupakan ikatan dan  simpul dasar dalam Islam yang pertama dan utama.

2. Syari‟ah

Komponen Islam yang kedua adalah syari'ah yang berisi peraturan dan perundang- undangan yang mengatur aktifitas yang seharusnya dikerjakan manusia. Syari'at adalah sistem nilai yang merupakan inti ajaran Islam. Syari'ah atau sistem nilai Islam yang diciptakan oleh Allah sendiri. Dalam kaitan ini, Allah disebut Syaari atau pencipta hukum.

Sistem nilai Islam secara umum meliputi 2 bidang yaitu syari'at yang mengatur hubungan manusia secara vertikal dengan Allah (ibadah mahdah / khusus) dan Syari'at yang mengatur hubungan manusia secara horizontal dengan sesama dan makhluk lainnya ( mu‟amalah ).

3. Akhlaq

Akhlaq merupakan komponen dasar Islam yang ketiga yang berisi ajaran tentang perilaku atau sopan santun. Akhlaq melihat perbuatan manusia dari segi nilai / etika, yaitu perbuatan baik ataupun buruk. Akhlaq merupakan sistematika Islam, sebagai sistem, akhlaq memiliki spektrum yang luas, mulai sikap terhadap dirinya, orang lain, dan makhluk lain, serta terhadap Allah SWT.

Aqidah, Syari'ah, dan Akhlaq pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran Islam. ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan.

Aqidah sebagai sistem kepercayaan yang bermuatan elemen – elemen dasar keyakinan, menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama.  
Sementara syari'ah sebagai sistem nilai berisi peraturan yang menggambarkan
fungsi agama. Sedangkan akhlaq sebagai sistem etika menggambarkan arah dan
tujuan yuang hendak dicapai agama.


Terimkasih, semoga bermanfaat:) 

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Armaan Malik

DESCRIPTION ABOUT DEEPIKA PADUKONE

Akuntansi, Kas kecil ( petty cash )